Bahasa Indonesia yang kita gunakan sehari-hari ternyata menyimpan banyak jejak dari bahasa daerah, salah satunya bahasa Jawa. Banyak kata serapan dari bahasa Jawa yang kini terasa begitu alami digunakan, bahkan tanpa kita sadari asal-usulnya. Fenomena ini menunjukkan betapa kayanya warisan budaya dan bahasa Nusantara yang terus hidup dalam percakapan modern.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata serapan adalah kata yang berasal dari bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun asing, yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia dengan penyesuaian bentuk dan ejaan. Proses penyerapan ini bisa dilakukan secara penuh (tanpa perubahan bentuk) atau sebagian (dengan penyesuaian ejaan atau pelafalan).
Dalam artikel ini, kami akan menyajikan 100 daftar kata serapan dari bahasa Jawa dan artinya secara lengkap dan informatif.
Kata Serapan dari Bahasa Jawa dan Artinya
Inilah 100 kata serapan dari bahasa Jawa dan artinya yang telah digunakan dalam bahasa Indonesia sehari-hari:
- Abdi – pelayan
- Acara – tingkah laku, tindak tanduan, kelakuan
- Adipati – kepala daerah setingkat bupati
- Ajian – mantra atau ilmu sakti
- Andong – kereta kuda tradisional
- Angkringan – warung kecil di pinggir jalan
- Anyar – baru, belum pernah ada
- Asu – anjing (digunakan dalam konteks logat)
- Badhe – akan (dalam bahasa halus Jawa)
- Bakul – pedagang kecil
- Balai – gedung pertemuan
- Batik – kain bergambar khas Indonesia
- Begal – perampok jalanan
- Bekti – hormat
- Blangkon – penutup kepala khas Jawa
- Bocah – anak kecil
- Bondho – harta benda
- Bupati – penguasa/tuan tanah (kini sebagai kepala pemerintahan kabupaten)
- Candikala – waktu senja
- Cangkul – alat untuk menggali tanah
- Cengkir – kelapa muda
- Dalan – jalan
- Dapur – tempat memasak
- Duwit – uang
- Embok – ibu
- Endhog – telur
- Gamelan – alat musik tradisional
- Gedhang – pisang
- Gending – lagu tradisional Jawa
- Geger – keributan
- Gerobak – alat angkut roda
- Golek – mencari
- Gunungan – simbol dalam wayang
- Ijo – hijau
- Jamu – obat tradisional
- Janur – daun kelapa muda
- Jaran – kuda
- Jati – jenis pohon keras
- Jemparingan – olahraga panahan tradisional
- Jodoh – pasangan hidup
- Kaleng – wadah logam
- Kanca – teman, sahabat, kaki tangan, pembantu
- Kanthi – dengan
- Kapuk – bahan dari pohon kapuk
- Karawitan – seni musik gamelan
- Katresnan – cinta
- Kebaya – pakaian tradisional wanita
- Kendi – wadah air dari tanah liat
- Kerasan – betah
- Keris – senjata tradisional
- Kethoprak – teater tradisional
- Kijang – hewan rusa kecil
- Kulo – saya (bahasa halus)
- Kuncen – penjaga tempat keramat
- Lahar – cairan panas dari gunung
- Lungguh – duduk
- Lurah – kepala desa
- Macak – berhias
- Mangan – makan
- Manuk – burung
- Mbok – panggilan ibu
- Melek – terjaga, bangun, tidak tidur
- Mendem – mabuk
- Menyan – dupa
- Merapi – gunung berapi
- Mlebu – masuk
- Mungkir – ingkar
- Ndoro – tuan
- Ngantuk – mengantuk
- Ngidam – keinginan kuat (saat hamil)
- Nglangi – berenang
- Ningrat – bangsawan
- Pawon – dapur
- Pecut – cambuk
- Pendopo – bangunan terbuka di depan rumah
- Prabu – raja
- Putri – anak perempuan
- Raja – penguasa kerajaan
- Rakyat – penduduk
- Rasa – perasaan
- Reog – kesenian khas Ponorogo
- Sabda – ucapan
- Saji – persembahan
- Sakti – berilmu tinggi
- Sanggar – tempat berlatih seni
- Sekar – bunga
- Semar – tokoh pewayangan
- Sendhang – kolam
- Sesaji – persembahan upacara
- Sindhen – penyanyi gamelan wanita
- Sopo – siapa
- Surya – matahari
- Susuk – benda mistik untuk kecantikan
- Tembang – lagu tradisional
- Tugu – monumen
- Umbul – mata air
- Wayang – boneka pertunjukan
- Wedang – minuman hangat
- Wiyata – pengajaran, pelajaran
- Wulang – nasihat
Kata serapan dari bahasa Jawa tidak sekadar menambah variasi bahasa, tetapi juga membawa nilai-nilai budaya yang melekat di dalamnya. Setiap kata memiliki kisah dan makna filosofis yang mencerminkan pandangan hidup masyarakat Jawa, seperti kesantunan, kesabaran, dan rasa hormat.
Dalam kehidupan modern, penggunaan kata serapan ini tetap relevan. Banyak istilah seperti mudik, batik, atau lurah masih dipakai dalam konteks formal maupun nonformal. Hal ini menunjukkan bahwa bahasa daerah tidak luntur, melainkan menyatu menjadi bagian dari bahasa nasional yang dinamis dan inklusif.
Selain itu, keberadaan kata serapan memperkaya ekspresi dan memperhalus komunikasi antarpenutur. Kata-kata seperti kulo, ndoro, atau katresnan memiliki nuansa emosional yang sulit digantikan dengan padanan lain. Nilai kesopanan dan kelembutan khas Jawa hidup melalui kosakata ini.
Pelestarian kata serapan dari bahasa Jawa juga menjadi upaya menjaga identitas budaya di tengah arus globalisasi. Saat generasi muda mengenal dan menggunakan kata-kata ini dengan benar, mereka tidak hanya belajar bahasa, tetapi juga memahami filosofi dan sejarah di baliknya.
Itulah, bahasa adalah hasil kreativitas manusia dalam berpikir dan menulis. Begitu pula saat Anda menulis karya ilmiah, penggunaan bahasa yang baik dan orisinal sangat penting agar tulisan tidak terjebak plagiarisme.
Jika Anda ingin memahami cara menulis dengan gaya sendiri tanpa menjiplak, Parafrase Indonesia menghadirkan “Ebook Panduan Menulis Anti Plagiarisme” yang bisa Anda download secara gratis. Ebook ini berisi panduan praktis menulis ulang kalimat agar tetap ilmiah dan bebas dari similarity tinggi.
Unduh sekarang melalui tautan berikut: Panduan Menulis Anti Plagiarisme