Purposive Sampling: Karakteristik, Rumus, dan Cara Membuatnya

purposive sampling

Dalam proses penelitian, menentukan siapa yang menjadi sampel sangat memengaruhi kualitas hasil. Teknik purposive sampling hadir sebagai solusi ketika Anda membutuhkan responden dengan karakteristik tertentu yang tidak bisa dipilih secara acak.

Berbeda dari metode probabilitas, purposive sampling memungkinkan Anda memilih peserta yang benar-benar relevan dan dianggap paling mampu memberi data sesuai tujuan penelitian. Ini bukan soal banyaknya responden, tapi soal kualitas data yang mereka bawa.

Pengertian Purposive Sampling

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel non-probabilitas yang dilakukan berdasarkan pertimbangan subjektif peneliti. Teknik ini memungkinkan Anda memilih sampel berdasarkan kriteria tertentu yang sesuai dengan tujuan riset. Responden tidak dipilih secara acak, melainkan dipilih karena dianggap paling berpotensi memberikan informasi yang dibutuhkan.

Teknik ini umum digunakan dalam penelitian kualitatif, seperti studi kasus, fenomenologi, atau wawancara mendalam. Fokus utamanya adalah mendapatkan wawasan mendalam dari sumber yang tepat, bukan mewakili seluruh populasi. 

Karakteristik Purposive Sampling

Sebelum menggunakan teknik ini, penting bagi Anda untuk mengenali ciri khasnya. Berikut beberapa karakteristik purposive sampling yang harus Anda ketahui: 

1. Pemilihan Berdasarkan Kriteria Tertentu

Sampel dipilih karena memenuhi kriteria khusus yang telah ditentukan peneliti sebelumnya. Kriteria ini bisa meliputi profesi, pengalaman, usia, atau faktor lain yang dianggap penting untuk studi.

Misalnya, dalam penelitian tentang burnout pada perawat, hanya perawat aktif yang bekerja di ruang IGD selama pandemi yang akan dipilih. 

2. Tidak Menggunakan Randomisasi

Purposive sampling tidak melibatkan proses pemilihan acak. Peneliti memiliki kontrol penuh atas siapa yang dipilih, berdasarkan kebutuhan penelitian. Namun, Anda tetap harus berhati-hati untuk menghindari bias subjektif dalam pemilihan.

3. Fokus pada Kedalaman Data, Bukan Jumlah

Teknik ini mengutamakan kualitas informasi yang diperoleh, bukan representasi populasi. Anda lebih fokus pada makna dan konteks daripada angka. Misalnya, memahami persepsi orang tua terhadap pendidikan daring selama pandemi.

4. Cocok untuk Penelitian Kualitatif dan Eksploratif

Teknik ini biasa digunakan dalam penelitian yang bersifat eksploratif atau mendalam. Anda tidak mencari generalisasi, tetapi pemahaman yang lebih dalam terhadap subjek tertentu, sehingga sangat membantu ketika topik penelitian masih baru atau belum banyak diteliti sebelumnya. 

Jenis-Jenis Purposive Sampling

Ada berbagai jenis purposive sampling yang dapat Anda gunakan sesuai dengan kebutuhan riset. Berikut merupakan beberapa jenis yang memiliki pendekatan berbeda untuk memilih sampel secara strategis:

1. Typical Case Sampling

Pertama, Typical Case Sampling. Anda memilih responden yang dianggap mewakili kondisi umum populasi. Tujuannya adalah mendapatkan gambaran tipikal dari fenomena yang sedang diteliti. Misalnya, memilih guru dengan masa kerja rata-rata untuk meneliti metode pembelajaran daring. Hasilnya bisa digunakan sebagai referensi kebijakan pendidikan. 

2. Extreme or Deviant Case Sampling

Dalam jenis ini, Anda memilih kasus yang tidak biasa, ekstrem, atau menyimpang dari kebanyakan. Contohnya adalah meneliti orang yang berhasil sembuh dari penyakit parah tanpa pengobatan medis. Studi seperti ini bisa memberi wawasan baru dalam dunia kesehatan.

3. Homogeneous Sampling

Selanjutnya, Homogeneous Sampling. Fokusnya adalah memilih kelompok dengan karakteristik yang seragam. Tujuannya adalah memahami kelompok tersebut secara lebih dalam. Misalnya, meneliti persepsi mahasiswa tingkat akhir dari jurusan psikologi terhadap tekanan akademik. Karena latar belakangnya homogen, hasilnya akan lebih konsisten.

4. Maximum Variation Sampling

Jenis ini digunakan untuk menangkap berbagai perspektif dari kelompok dengan latar belakang yang sangat bervariasi. Teknik ini efektif untuk studi kebijakan publik, di mana suara dari berbagai kalangan penting. Semakin beragam, semakin lengkap data yang Anda miliki.

5. Expert Sampling

Dalam teknik ini, Anda memilih individu yang dianggap ahli dalam bidang tertentu. Biasanya digunakan dalam studi evaluatif atau pengembangan teori. Contohnya, mewawancarai dokter spesialis, dosen senior, atau peneliti profesional. Pendapat mereka dianggap kredibel dan berbobot dalam penelitian.

Langkah-Langkah dalam Purposive Sampling

Agar purposive sampling berhasil, Anda perlu mengikuti beberapa tahapan secara sistematis sebagai berikut:

1. Menentukan Tujuan Penelitian

Langkah awal adalah memahami secara spesifik tujuan penelitian yang menjadi dasar dalam menetapkan siapa yang paling relevan sebagai responden. Semakin jelas tujuan Anda, semakin tepat arah pengumpulan data.

2. Menetapkan Kriteria Seleksi

Kriteria ini bisa berupa usia, profesi, pengalaman, atau hal lain yang sesuai dengan topik riset. Anda harus menyusunnya sebelum melakukan pengambilan sampel. Pastikan kriteria tersebut logis, realistis, dan sesuai konteks penelitian.

3. Mengidentifikasi Calon Responden

Anda bisa menggunakan jaringan pribadi, lembaga, atau media sosial untuk menjaring responden yang memenuhi kriteria. Perlu juga membuat skrining awal untuk memastikan kecocokan. Anda bisa menggunakan pendekatan personal atau formal saat menghubungi calon partisipan. Jangan lupa menjelaskan maksud dan etika penelitian secara transparan.

4. Melakukan Validasi dan Konfirmasi

1 Step 1
Apa yang Membuat Anda Tertarik Melakukan Parafrase?
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right
FormCraft - WordPress form builder

Validasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa responden benar-benar memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Bisa dilakukan melalui pertanyaan singkat atau dokumen pendukung. Setelah lolos seleksi, lakukan konfirmasi kesediaan dan jadwal pengambilan data.

Kelebihan Purposive Sampling

Setiap metode tentu memiliki keunggulan. Beberapa kelebihan purposive sampling, misalnya pada efisiensi dan hemat sumber daya. Anda bisa langsung fokus pada kelompok tertentu tanpa harus menyebar survei secara luas. Terutama jika penelitian Anda memiliki keterbatasan logistik atau waktu, purposive sampling sangat membantu. Anda tidak perlu mengorbankan kualitas demi kuantitas.

Kelebihan lainnya ada pada data yang didapat akan lebih mendalam dan relevan. Karena sampel dipilih secara spesifik, data yang dikumpulkan cenderung lebih kaya dan kontekstual, sehingga membuat proses analisis lebih bermakna dan sesuai dengan realitas. Responden pun lebih memahami topik yang dibahas. Cocok jika Anda menginginkan insight yang tidak sekadar permukaan.

Keterbatasan Purposive Sampling

Meski unggul di banyak sisi, purposive sampling juga memiliki beberapa keterbatasan di antaranya, seperti rentan terhadap bias subjektif. Karena pemilihan responden bergantung pada penilaian peneliti, risiko bias personal cukup tinggi sehingga memengaruhi validitas hasil penelitian. 

Purposive sampling juga tidak bisa digeneralisasi. Hasil penelitian tidak bisa digeneralisasi ke seluruh populasi karena responden tidak dipilih secara acak. Maka dari itu, purposive sampling lebih cocok untuk penelitian eksploratif atau kualitatif. Hasilnya mendalam, tapi tidak selalu representatif secara statistik.

Contoh Penerapan Purposive Sampling dalam Penelitian

Bayangkan Anda sedang meneliti strategi guru dalam mengajar di kelas inklusi. Maka, hanya guru yang benar-benar mengajar di kelas inklusi yang akan Anda pilih sebagai responden. 

Contoh lain, dalam penelitian tentang coping stress pada ibu rumah tangga dengan anak berkebutuhan khusus, Anda hanya memilih ibu-ibu dengan kondisi tersebut. 

Rumus Purposive Sampling

Secara umum, purposive sampling tidak menggunakan rumus matematis seperti teknik probabilitas. Penentuan jumlah sampel biasanya mengacu pada prinsip data saturation. Artinya, pengambilan sampel dilakukan sampai tidak ada lagi informasi baru yang muncul. 

Saat data sudah berulang atau tidak lagi memberikan wawasan baru, proses bisa dihentikan. Anda juga bisa menggunakan logical quota untuk memastikan tiap kategori responden terwakili. 

Purposive Sampling dalam Jurnal

Berikut beberapa jurnal telah menggunakan purposive sampling diantaranya:

Itulah penjelasan lengkap mengenai purposive sampling, mulai dari pengertian, langkah-langkah, hingga penerapannya dalam jurnal ilmiah. Jika Anda ingin melakukan penelitian yang fokus, mendalam, dan relevan, purposive sampling bisa menjadi pilihan tepat.

Dapatkan lebih banyak informasi seputar penulisan dan penyusunan hasil penelitian dengan membaca artikel-artikel kategori Karya Ilmiah/Jurnal dari Parafrase Indonesia!

Bagikan artikel ini melalui

Picture of Dhea Salsabila
Dhea Salsabila
SEO Specialist dan Content Editor di Parafrase Indonesia

Leave a Reply

Cari Artikel Lainnya

Jangan Lewatkan!

Ebook Terbaru🔥