Hal-Hal yang Tidak Perlu Ditulis dalam Penulisan Daftar Pustaka

hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka

Tahukah Anda bahwa terdapat hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka? Penting bagi Anda untuk mengetahui informasi ini agar tidak melakukan kesalahan ketika menyusun karya tulis ilmiah.

Apa saja hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka tersebut? Simak ulasan lengkap Parafrase Indonesia dalam artikel berikut ini!

1. Nama Lengkap dan Nama yang Tidak Relevan

Hal pertama yang tidak perlu Anda cantumkan secara lengkap di daftar pustaka adalah nama lengkap dari penulis. Nama yang tidak relevan, seperti panggilan juga tidak perlu dicantumkan dalam bagian ini.

Format penulisan pada umumnya hanya mencantumkan nama belakang dan depan dari penulis saja. Jika penulis tersebut memiliki nama tengah, maka tidak perlu dicantumkan, kecuali Anda menggunakan format yang khusus menuliskan hal tersebut.

Misalnya ketika Anda mengutip sumber dari “John A. Smith”, maka penulisan daftar pustaka dengan gaya APA dituliskan dengan  “Smith, J. A.” Jadi Anda tidak perlu menuliskan nama penulis tersebut secara lengkap dan keseluruhan.

2. Gelar Akademis Pengarang

Gelar akademik dari penulis atau pengarang juga tidak perlu Anda cantumkan ketika menulis daftar pustaka.

Mengutip sumber dari penulis dengan tingkat pendidikan tertentu, seperti Doktor atau Magister memang cukup baik untuk digunakan.

Sebab jika Anda menggunakan sumber rujukan dari akademisi yang ahli di bidangnya, maka informasi yang digunakan tentu tidak diragukan lagi kredibilitasnya.

Meskipun demikian, Anda tidak perlu menuliskan secara lengkap gelar akademis yang dimiliki oleh penulis tersebut.

Gelar akademis ini tidak menambah informasi relevan yang dibutuhkan oleh pembaca yang ingin menggunakan sumber rujukan tersebut.

Oleh sebab itu, Anda cukup menuliskan nama dari penulisanya saja, misal “Dr. John Doe” ditulis menjadi “Doe, J.”

3. Nomor Urut

Anda juga tidak perlu menuliskan nomor urut dalam penulisan daftar pustaka. Hal ini tentu berbeda jika Anda menggunakan catatan kaki dalam penulisan yang diurutkan dengan nomor urut dari awal hingga akhir.

Secara umum, gaya atau format penulisan daftar pustaka, seperti APA, MLA, dan lainnya diurutkan berdasarkan alfabetis dari sumber yang digunakan.

Namun Anda juga perlu mengecek kembali format penulisan yang diterapkan di tempat masing-masing untuk mengetahui apakah penulisan daftar memerlukan nomor urut atau tidak.

Jika tidak, maka Anda bisa menyusun daftar pustaka seperti ketentuan yang ada. Contoh dari penerapan hal ini adalah penulisan daftar pustaka yang langsung mencantumkan nama penulis, judul, dan lainnya, seperti “Doe, J., Judul Buku…” tanpa perlu menambahkan angka atau nomor urut di depannya, “1. Doe, J. Judul Buku…”

4. Nama Editor

Hal-hal berikutnya yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka adalah nama editor dari sumber rujukan yang Anda gunakan. Setiap karya tulis ilmiah biasanya akan mencantumkan nama editor dalam terbitannya.

Nama editor ini menunjukkan pihak yang menyunting buku tersebut hingga bisa diterbitkan. Meskipun nama editor menjadi salah satu informasi yang ada dalam terbitan karya tulis ilmiah, bagian ini tidak perlu Anda cantumkan ketika menulis daftar pustaka.

Sebab Anda hanya perlu menuliskan nama pengarangnya saja. Namun Anda tetap bisa menuliskan nama editor dalam kasus tertentu, seperti mengutip buku kolektif atau yang dikerjakan oleh banyak penulis sekaligus.

5. Keterangan Penulisan atau Penilaian

Terkadang sebuah buku juga mencantumkan keterangan penulisan di dalamnya. Keterangan penulisan ini biasanya memberikan daya tarik dan nilai tambah dari buku tersebut untuk menarik minat para pembaca.

Namun keterangan penulisan ini tidak perlu Anda cantumkan dalam penulisan daftar pustaka. Pada dasarnya, daftar pustaka bertujuan untuk menunjukkan sumber rujukan apa saja yang Anda gunakan dalam proses penulisan, bukan memberikan penilaian dari karya tulis ilmiah tersebut.

1 Step 1
Apa yang Membuat Anda Tertarik Melakukan Parafrase?
keyboard_arrow_leftPrevious
Nextkeyboard_arrow_right
FormCraft - WordPress form builder

Dengan demikian, para pembaca bisa mengetahui secara jelas sumber apa saja yang Anda gunakan dalam penulisan. Jadi keterangan penulisan atau penilaian, seperti, “buku ini sangat dihargai oleh para ahli di bidangnya,” dan lainnya tidak perlu dicantumkan di bagian daftar pustaka.

6. Badan Hukum Penerbit

Informasi berikutnya yang tidak perlu Anda tampilkan secara jelas di daftar pustaka adalah badan hukum dari penerbit buku. Pihak penerbit biasanya sudah memiliki badan hukum tersendiri yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku, seperti perseroan terbatas (PT), persekutuan komanditer (CV), dan lainnya.

Adanya badan hukum ini menunjukkan bahwa pihak penerbit tersebut beroperasi sesuai dengan peraturan yang diatur oleh pemerintah. Pihak penerbit yang memiliki badan hukum tentu bisa menjadi wadah publikasi yang terpercaya bagi Anda yang ingin menerbitkan karya tulis ilmiah yang sudah dikerjakan.

Meskipun demikian, badan hukum dari pihak penerbit ini tidak perlu Anda cantumkan secara jelas di daftar pustaka. Pada bagian ini, Anda hanya cukup menunjukkan nama dari penerbit tersebut secara jelas saja.

7. Edisi atau Cetakan

Dalam beberapa kasus, sebuah buku bisa saja dicetak dalam beberapa edisi dan cetakan yang berbeda. Adanya penambahan edisi atau cetakan ini biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti penjualan buku yang laku di pasaran hingga adanya perbaikan teknis dalam penulisan.

Pada penulisan daftar pustaka, Anda sebenarnya tidak perlu menuliskan edisi atau cetakan dari buku yang digunakan. Apalagi jika buku tersebut dicetak ulang karena memang laku di pasaran.

Namun dalam kondisi tertentu Anda tetap bisa mencantumkan edisi dari buku ini dalam daftar pustaka. Misalnya jika buku tersebut dicetak ulang karena ada perubahan dan perbaikan, khususnya di bagian pembahasan, maka Anda bisa mencantumkan cetakan atau edisinya dalam daftar pustaka.

8. Nomor ISBN

ISBN atau International Standard Book Number merupakan deretan 13 digit angka yang menjadi identitas dari sebuah buku. Setiap buku biasanya memiliki nomor ISBN yang berbeda-beda antara satu sama lain.

Meskipun menunjukkan identitas dari sebuah buku, nomor ISBN ini tidak perlu Anda masukkan ke dalam daftar pustaka. Sebab fungsi dari nomor ISBN ini tidak relevan dengan tujuan dibuatnya daftar pustaka dalam sebuah karya tulis ilmiah.

Nomor ISBN biasnaya digunakan sebagai pengidenfikasian buku yang berkaitan dengan hal administratif, seperti katalogisasi, penataan, dan lainnya. Hal ini tentu berbeda dengan fungsi dari daftar pustaka yang menunjukkan secara jelas sumber rujukan yang digunakan dalam penulisan.

9. Judul Sumber dalam Bahasa Asli

Hal-hal terakhir yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka adalah judul sumber dalam bahasa asli.

Hal ini berlaku ketika Anda menggunakan sumber rujukan yang sudah dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia.

Artinya Anda hanya perlu mencantumkan judul terjemahannya saja dalam penulisan daftar pustaka. Anda bisa mencantumkan sumber asli dari karya tulis ilmiah tersebut jika memang belum ada versi terjemahannya.

Misalnya, ketika Anda mengutip buku M. C. Ricklefs yang berjudul Sejarah Indonesia Modern 1200-2008, maka bisa langsung menuliskan judul buku tersebut dalam versi terjemahannya, bukan A History of Modern Indonesia Since C.1200.

Itulah hal-hal yang tidak perlu ditulis dalam penulisan daftar pustaka.

Dapatkan informasi lebih lengkap seputar penulisan dengan membaca artikel terbaru dari Parafrase Indonesia!

Bagikan artikel ini melalui

Picture of Dhea Salsabila
Dhea Salsabila
SEO Specialist dan Content Editor di Parafrase Indonesia

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *